Pengukuhan personalia Pengurus Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Provinsi Sumatera Barat untuk masa bakti 2025-2029, melalui Surat Keputusan Nomor 195 Tahun 2025, membawa harapan baru sekaligus memunculkan pertanyaan klasik dalam tata kelola organisasi, efektivitas versus efisiensi. Dengan struktur yang mencakup puluhan posisi Pelindung, Dewan Kehormatan, Dewan Penyantun, Dewan Pembina, hingga sepuluh Wakil Sekretaris Umum dan sepuluh Wakil Bendahara Umum, susunan pengurus ini secara kasat mata tergolong "gemuk". Struktur yang masif ini perlu ditinjau secara kritis namun berimbang, mengingat tantangan dan potensi besar yang dihadapi olahraga di Sumatera Barat.
Kritik Terhadap Struktur "Gemuk": Risiko Birokrasi dan Biaya
Struktur organisasi yang besar, seperti yang terlihat pada lampiran SK KONI Sumbar ini, kerap menimbulkan kekhawatiran yang beralasan. Secara kritis, ada beberapa potensi dampak negatif dari formasi yang masif:
1 Potensi Tumpang Tindih Kewenangan (Overlapping Authority): Kehadiran sepuluh Wakil Ketua Umum Bidang (Waketum I hingga Waketum X), masing-masing membawahi dua hingga tiga bidang spesifik, berpotensi menciptakan garis komando yang panjang dan kabur. Hal ini dapat memperlambat pengambilan keputusan dan eksekusi program.
2 Beban Biaya dan Logistik (Cost and Logistics Burden): Jumlah personel yang mencapai ratusan, mulai dari jajaran Dewan hingga staf khusus dan anggota bidang, secara otomatis akan meningkatkan kebutuhan anggaran operasional, rapat, dan koordinasi. Efisiensi anggaran menjadi krusial, mengingat dana olahraga harusnya diprioritaskan untuk pembinaan atlet dan peningkatan prestasi.
3 Birokrasi yang Melambat (Slowing Bureaucracy): Semakin banyak tingkatan dan individu yang terlibat dalam sebuah proses, semakin besar risiko terjadinya birokrasi yang lamban. Dalam dunia olahraga yang menuntut kecepatan dan adaptabilitas, struktur yang terlalu kompleks bisa menjadi penghambat utama.
Realitas Berimbang: Menghimpun Kekuatan dan Jangkauan
Di sisi lain, susunan pengurus yang besar juga dapat dimaknai sebagai upaya strategis untuk menghimpun seluruh potensi dan kekuatan yang ada di ranah Minang. Narasi berimbang menyoroti bahwa kompleksitas masalah dan cakupan tugas KONI memerlukan dukungan lintas sektoral:
1 Penguatan Lintas Sektor dan Stakeholder (Stakeholder Engagement): Kehadiran 21 tokoh di jajaran Pelindung termasuk Gubernur, Kapolda, Pangdam, Rektor, dan Kepala Daerah, menggambarkan ambisi untuk menyatukan dukungan politik, keamanan, akademis, dan infrastruktur. Keterlibatan institusi perbankan dan perusahaan besar (seperti PT Semen Padang, PT Bank Nagari, dll.) sebagai anggota Dewan Penyantun adalah sinyal positif untuk memastikan keberlanjutan pendanaan di luar APBD.
2 Spesialisasi Tugas dan Fokus Program (Task Specialization): Pembagian menjadi sepuluh Wakil Ketua Umum Bidang yang sangat spesifik (misalnya Waketum II Bidang Pembinaan Prestasi dan Sport Science; Waketum VII Bidang Digitalisasi dan Sertifikasi) menunjukkan keinginan untuk menangani setiap aspek keolahragaan secara profesional dan terfokus. Jika dikelola dengan baik, spesialisasi ini dapat menghasilkan output yang lebih berkualitas.
3 Keterwakilan Wilayah dan Komunitas (Representation): Dengan wilayah kerja yang luas, struktur "gemuk" bisa menjadi cara untuk mengakomodasi keterwakilan dari berbagai daerah dan komunitas olahraga, memastikan program KONI terdistribusi merata ke seluruh kabupaten/kota.
Tantangan ke Depan: Dari Struktur ke Kultur Kinerja
Struktur yang telah dikukuhkan adalah sebuah platform. Keberhasilannya tidak ditentukan oleh jumlah kursi, tetapi oleh kultur kinerja yang akan dibangun. Tantangan terbesar bagi Ketua Umum Hamdanus dan jajaran pengurus adalah:
1 Mendefinisikan Peran Kunci: Segera menyusun deskripsi kerja (Job Description) yang sangat jelas untuk menghindari tumpang tindih, terutama di antara sepuluh Waketum dan para wakil sekretaris/bendahara. Setiap personalia, terlepas dari jabatannya yang prestisius, harus memiliki target kinerja yang terukur.
2 Optimalisasi Sumber Daya Non-Core: Memastikan bahwa jajaran dewan (Pelindung, Penyantun, Kehormatan, Pembina) tidak hanya menjadi formalitas, melainkan benar-benar aktif menggalang dukungan politik dan finansial (seperti yang dicita-citakan di Bidang Usaha, Dana, dan Sponsorship).
3 Fokus pada Prestasi: Mengingat tujuan utama KONI adalah peningkatan prestasi, struktur harus menjadi instrumen yang mendukung Bidang Pembinaan Prestasi, bukan sebaliknya. Peningkatan koordinasi antara Bidang Sport Science dan Bidang Pembinaan Prestasi harus menjadi prioritas.
Kesimpulan:
Struktur kepengurusan KONI Sumatera Barat 2025-2029 memang tampak ambisius dan besar. Jika ini adalah upaya strategis untuk mengkonsolidasikan seluruh potensi Sumbar dari birokrasi, akademisi, hingga korporasi maka ini adalah langkah yang berani. Namun, tanpa manajemen yang ketat, komunikasi yang efisien, dan komitmen untuk menjadikan prestasi atlet sebagai tolok ukur utama, struktur yang besar ini berisiko menjadi beban birokrasi yang memboroskan. Harapan kini ada pada kualitas implementasi program, agar susunan "gemuk" ini benar-benar menjelma menjadi tim yang kuat, bukan sekadar daftar nama yang panjang.
Masyarakat Sumatera Barat menantikan pembuktian tersebut.
Padang, 9 Oktober 2025
Penulis: Andarizal, Ketua Umum KJI "Kolaborasi Jurnalis Indonesia"