-->
  • Jelajahi

    Copyright © Portalanda
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Pinjaman Daerah di Tengah 'Kekurangan Transfer': Menimbang Risiko dan Prioritas Pembangunan Padang 2026

    Kamis, 16 Oktober 2025, Oktober 16, 2025 WIB Last Updated 2025-10-16T15:08:23Z

    Pelaksanaan sidang paripurna DPRD Kota Padang pada Senin (13/10) menjadi cermin getirnya realitas fiskal yang harus dihadapi Pemerintah Kota Padang. Di tengah optimisme yang digaungkan oleh jajaran eksekutif dan legislatif, terselip tantangan besar, merosotnya penerimaan daerah yang memaksa penyesuaian radikal dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun 2026.


    Wakil Wali Kota Padang, Maigus Nasir, secara lugas menyampaikan nota pengantar Ranperda APBD 2026. Angka yang tersaji sungguh mencolok. Total penerimaan daerah diproyeksikan anjlok hingga Rp538,9 miliar dari kesepakatan awal KUA-PPAS. Penurunan ini didominasi oleh dua faktor krusial:


     1 Pendapatan Transfer dari Pemerintah Pusat berkurang Rp345,8 miliar (turun 18,4%), sebuah pukulan telak yang bersumber dari penyesuaian alokasi melalui surat Kementerian Keuangan.


     2 Penerimaan Pembiayaan menurun Rp193 miliar, akibat revisi proyeksi Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) 2025 dan penyesuaian rencana pinjaman daerah.


    Penurunan pendapatan transfer sebesar 11,52% ini, dari semula Rp3 triliun menjadi Rp2,65 triliun, jelas menciptakan dilema fiskal yang signifikan. Konsekuensinya, belanja daerah harus dipangkas secara drastis sebesar Rp524,4 miliar (15,8%) dari rencana awal.


    Di sinilah kebijakan Pinjaman Daerah muncul ke permukaan sebagai jalan keluar yang dipilih. Pemko Padang merencanakan utang daerah sebesar Rp81,4 miliar pada 2026, yang mayoritas akan dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur strategis, seperti revitalisasi Pasar Raya, Kota Tua, dan Kawasan Pantai Padang. Rencana ini adalah penyesuaian waktu, pinjaman yang sempat direncanakan pada 2025 kini ditunda dan difokuskan pada tahun 2026.


    Rencana pinjaman ini, sebagaimana diungkapkan Ketua DPRD Muharlion, disambut dengan optimisme, namun juga memerlukan pengawasan yang ketat. Pinjaman daerah adalah instrumen kebijakan yang sah, diatur dalam Undang-Undang, dan rasional ketika dihadapkan pada keterbatasan dana untuk investasi publik strategis. Namun, tajuk ini harus memberikan catatan kritis, pinjaman tidak boleh menjadi obat penawar untuk defisit rutin.


    Pilihan Pemko Padang untuk mengarahkan pinjaman ke proyek-proyek infrastruktur strategis patut diapresiasi, sebab hal ini menunjukkan komitmen terhadap belanja produktif. Revitalisasi kawasan ekonomi dan infrastruktur (seperti Pasar Raya dan Kota Tua) memiliki potensi untuk menciptakan multiplier effect bagi perekonomian lokal membuka lapangan kerja, menggairahkan sektor perdagangan, dan pada akhirnya, memperkuat Pendapatan Asli Daerah (PAD) di masa depan.


    Namun, pengawasan DPRD harus diperketat. Alokasi anggaran pinjaman harus dipastikan tidak bocor untuk kegiatan seremonial, honorarium, atau belanja rutin lainnya. Pembangunan yang dibiayai utang harus menghasilkan return yang setimpal dan mempercepat pembangunan. Jika tidak, pinjaman yang semula diniatkan sebagai solusi akselerasi, akan menjadi beban fiskal jangka panjang.


    Wakil Wali Kota Maigus Nasir menutup penyampaiannya dengan janji untuk menjaga keseimbangan fiskal dan memprioritaskan program yang berdampak langsung bagi masyarakat. Janji ini harus dibuktikan melalui langkah-langkah efisiensi nyata dalam perencanaan dan pelaksanaan program.


    Di tengah keterbatasan ini, sinergi antara sistem perizinan, pengelolaan pajak dan retribusi daerah, serta pertumbuhan ekonomi lokal yang disebutkan oleh Wakil Wali Kota menjadi kunci untuk menjaga proyeksi PAD sebesar Rp1,12 triliun agar tetap realistis dan tercapai. PAD adalah sumber pendapatan yang paling stabil dan otonom, yang harusnya terus dioptimalkan, terutama ketika dana transfer pusat tidak bisa diandalkan sepenuhnya.


    APBD 2026 Kota Padang adalah APBD yang disusun dalam kondisi forced austerity (penghematan paksa). Keputusan untuk berutang di tengah penurunan transfer adalah langkah berani, tetapi juga berisiko. Keberhasilan APBD ini bukan hanya diukur dari seberapa banyak proyek yang terbangun, tetapi dari seberapa matang perhitungan untuk membayar kembali utang tersebut di tahun-tahun mendatang (2027–2029), tanpa mengorbankan pelayanan publik esensial. 


    DPRD, dengan fungsi pengawasan dan anggaran yang melekat, memegang peranan vital untuk memastikan bahwa "semangat" Wali Kota dan Wakil Wali Kota dalam menyukseskan pembahasan APBD ini benar-benar berpihak pada kepentingan masyarakat dan berpijak pada prinsip kehati-hatian fiskal yang matang. Sebab, masa depan pembangunan Kota Padang, antara akselerasi atau beban utang ditentukan oleh keputusan yang diambil saat ini.


    Padang, 13 Oktober 2025

    Oleh: Andarizal

    Komentar

    Tampilkan

    Terkini