Di tengah riuhnya tawa dan langkah kaki anak-anak sekolah, sebuah pemandangan kontras yang mengusik nurani terhampar di pelataran SMPN 4 Padang. Proyek pembangunan Ruang Kelas Baru (RKB), yang sejatinya adalah simbol harapan dan kemajuan pendidikan, kini justru menjadi arena yang sarat akan bahaya dan kelalaian. Besi-besi beton yang tajam, tumpukan material yang tak beraturan, dan galian-galian yang menganga, seolah menjadi latar belakang yang mengancam keselamatan para pekerja dan, yang lebih mengkhawatirkan lagi, para siswa yang lalu-lalang.
Narasi ini bukan sekadar laporan teknis, melainkan sebuah cermin yang memantulkan kegagalan kita dalam memprioritaskan nyawa manusia di atas segalanya. Papan proyek yang terpampang jelas, dengan angka kontrak yang fantastis, Rp1.436.989.400,00, dan nama-nama instansi yang tertera rapi, seolah menjadi ironi yang menyakitkan. Di satu sisi, ada komitmen anggaran dari APBD Kota Padang untuk kemajuan pendidikan, namun di sisi lain, implementasinya di lapangan justru abai terhadap hal paling fundamental, keselamatan.
Bayangkanlah, di tengah hiruk pikuk jam istirahat, anak-anak dengan seragam putih biru mereka yang polos, berjalan tak jauh dari tumpukan besi yang siap mencelakai. Tidak ada police line, tidak ada pagar safetyline, tidak ada rambu-rambu peringatan yang tegas. Batas antara area bermain dan area kerja yang berbahaya seolah sirna. Kelalaian ini bukan hanya sekadar kesalahan prosedural, ini adalah kelalaian yang bisa berakibat fatal. Seorang siswa yang terpeleset, seorang pekerja yang tertusuk, adalah potensi tragedi yang setiap hari mengintai di balik kesibukan proyek ini.
Lebih jauh, narasi ini menyoroti potret buram para pekerja. Pahlawan-pahlawan tanpa tanda jasa ini, yang berpeluh keringat membangun masa depan generasi bangsa, justru menjadi korban pertama dari sistem yang lalai. Dalam kondisi yang rawan, mereka bekerja tanpa Alat Pelindung Diri (APD) yang memadai. Kita melihat mereka bertelanjang dada, tanpa alas kaki, mengangkat beban berat di atas tanah yang dipenuhi benda-benda tajam. Di mana helm, rompi, sepatu bot, dan sarung tangan yang seharusnya menjadi hak mereka? Sertifikat SMK3 (Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja) yang menjadi syarat lelang seolah hanya menjadi formalitas di atas kertas, tanpa makna di lapangan.
Respons dari pihak berwenang pun menambah kekecewaan. Jawaban yang terkesan santai, "Makasih infonya bg, kemarin sudah dipasang pagar safetyline dan rambu2... akan diingatkan kepada kontraktor untuk memasang kembali," seolah menganggap seriusnya masalah ini sebagai isu sepele yang bisa diselesaikan dengan "akan diingatkan." Padahal, keselamatan adalah tanggung jawab yang tidak bisa ditunda, tidak bisa "akan" dan tidak bisa diabaikan. Itu adalah kewajiban yang harus dipenuhi setiap saat.
Pembangunan RKB di SMPN 4 Padang bukan sekadar proyek konstruksi. Ini adalah proyek kemanusiaan. Harusnya, ia menjadi contoh teladan bagaimana sebuah pembangunan dilakukan dengan etika, profesionalisme, dan kepedulian. Ini adalah narasi tentang bagaimana sebuah cita-cita mulia untuk pendidikan bisa tercoreng oleh kelalaian yang mendasar. Padang, sebuah kota yang sedang giat membangun, harus memastikan bahwa setiap batu bata yang diletakkan dan setiap besi yang dipasang, dibangun di atas fondasi keselamatan yang kokoh, bukan di atas pasir kelalaian yang bisa runtuh kapan saja. Sudah saatnya kita bangkit dan menuntut pertanggungjawaban, agar narasi tragedi tidak pernah menjadi kenyataan.
Padang, 7 Agustus 2025
Penulis: Andarizal, (Wartawan biasa)