Di tengah teriknya matahari Kota Padang, sebuah dilema konstruksi mencuat ke permukaan, menyita perhatian publik dan memicu perdebatan sengit. Proyek pembangunan Ruang Kelas Baru (RKB) di SD Negeri 01 Bandar Buat, sebuah institusi pendidikan yang seharusnya menjadi pilar harapan, kini menjadi sorotan utama. Bukan karena kemegahannya, melainkan karena material yang digunakan kerangka besi bekas yang berkarat, peninggalan masa lalu yang usang, kini diupayakan menjadi tulang punggung bagi ruang-ruang kelas baru.
Gambar-gambar yang beredar seolah menjadi saksi. Sebagian pilar dan dinding bata merah masih dalam tahap pembangunan, memancarkan aura proyek yang sedang berjalan. Namun, pandangan mata kemudian terhenti pada langit-langit, di mana kerangka atap baja ringan modern berdampingan dengan balok-balok besi tua yang penuh dengan noda karat. Mereka seperti dua generasi yang dipaksakan untuk hidup berdampingan, melahirkan pertanyaan besarbesar, apakah layak masa depan anak-anak dibangun di atas fondasi masa lalu yang sudah keropos?
Kekhawatiran ini bukanlah tanpa dasar. Secara teknis dan etika, penggunaan material bekas untuk bangunan publik, apalagi sekolah, adalah tindakan yang sangat berisiko. Besi yang telah berkarat kehilangan kekuatan strukturalnya. Retakan dan kerapuhan yang mungkin tak terlihat dari luar bisa menjadi bom waktu yang siap meledak, mengancam keselamatan para siswa dan guru di dalamnya. Standar keamanan dan kualitas seharusnya menjadi prioritas utama, bukan sekadar pelengkap.
Di tengah gelombang kritik, tanggapan dari pihak terkait datang dengan narasi yang berbeda. Well of Sonora, ST, MT, Kabid Sapras dan Aset Disdik Kota Padang, memberikan penjelasan yang mencengangkan. Melalui pesan WhatsApp, ia dengan gamblang mengungkapkan bahwa ini adalah bagian dari "konsep perencanaan" yang sejak awal disepakati. Menurutnya, dengan mempertahankan struktur lama yang dianggap "masih layak" dan menyisip bagian yang sudah parah, anggaran bisa dihemat hingga 40%. Penghematan ini, klaimnya, memungkinkan mereka membangun 5 ruang kelas dan 8 unit WC, jauh lebih banyak daripada 3 ruang kelas yang bisa dibangun jika semua material diganti baru.
Narasi ini menciptakan polarisasi: di satu sisi, ada visi efisiensi anggaran untuk menghasilkan lebih banyak fasilitas; di sisi lain, ada tuntutan akan kualitas dan keselamatan tanpa kompromi. Pertanyaannya, apakah penghematan sebesar 40% sebanding dengan risiko yang ditanggung? Apakah kuantitas harus mengorbankan kualitas, terutama ketika yang dipertaruhkan adalah nyawa?
Mastilizal Aye, Wakil Ketua DPRD Kota Padang, tampaknya memahami betul beratnya dilema ini. Dengan nada geram, ia meminta agar proyek ini "diawasi terus." Pernyataannya singkat namun tajam, mencerminkan ketidakpercayaan dan kekhawatiran yang sama dengan masyarakat. Ia menuntut agar setiap item pekerjaan diperiksa dengan teliti, memastikan tidak ada celah yang membahayakan.
Lebih lanjut, ada kejanggalan lain yang patut diperhatikan. Plang proyek dengan jelas menyebutkan lokasi di SD Negeri 01 Bandar Buat, Kecamatan Lubuk Kilangan. Namun, foto yang diunggah dengan timemark menunjukkan lokasi di Jalan Raya Gadut, Kecamatan Pauh. Perbedaan lokasi ini menimbulkan pertanyaan: apakah ada kesalahan data, ataukah ini adalah bagian dari masalah yang lebih besar?
Kasus ini menjadi cerminan dari tantangan yang lebih luas dalam tata kelola pembangunan di sektor publik. Seringkali, tekanan untuk menyelesaikan proyek dengan anggaran terbatas mendorong pihak-pihak terkait untuk mengambil jalan pintas yang berisiko. Pembangunan sekolah seharusnya menjadi simbol harapan, tempat di mana fondasi masa depan dibangun dengan kokoh dan aman. Namun, ketika fondasi fisik itu sendiri diragukan, maka fondasi kepercayaan publik pun ikut terguncang.
Ini bukan sekadar masalah teknis, melainkan masalah integritas dan tanggung jawab moral. Proyek pembangunan RKB ini harus menjadi pengingat bagi semua pihak: Pemerintah Kota, DPRD, kontraktor, dan konsultan pengawas. Keselamatan dan kualitas tidak bisa ditawar. Penghematan anggaran memang penting, tetapi bukan dengan mengorbankan keamanan. Masa depan anak-anak bangsa harus dibangun di atas material yang kuat, bukan besi-besi tua yang berkarat. Pengawasan ketat adalah kunci, dan transparansi adalah jalan menuju kepercayaan.
Padang, 5 Agustus 2025
Penulis: Andarizal, (Wartawan biasa)