-->
  • Jelajahi

    Copyright © Portalanda
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Translate

    Iklan

    Iklan

    Ketika Tunjangan Guru Disyaratkan Bukti Zakat: Telaah Aturan Zakat TPG di Sumbar

    Selasa, 23 September 2025, September 23, 2025 WIB Last Updated 2025-09-24T00:48:11Z

    Surat Edaran Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) yang diterbitkan pada 11 September 2025 memuat poin-poin yang menjadi sorotan. Surat yang mengatur tentang proses pemberkasan Tunjangan Profesi Guru (TPG) untuk semester 2 triwulan III tahun 2025 ini secara eksplisit mencantumkan "bukti pembayaran zakat" sebagai salah satu syarat utama yang harus dilampirkan oleh guru ASN dan pengawas.

    Bagi banyak guru, TPG adalah napas. Tunjangan ini adalah pengakuan atas profesionalisme mereka dan vital bagi kesejahteraan. Namun, di balik kabar baik pencairan TPG, terselip sebuah kewajiban yang membangkitkan banyak tanya, pungutan zakat profesi yang diatur secara sistematis oleh pemerintah daerah.


    Berdasarkan surat edaran tersebut, nilai zakat dihitung 2,5% dari pendapatan TPG setelah dipotong pajak penghasilan dan iuran BPJS Kesehatan. Pungutan ini tidak diserahkan langsung oleh guru, melainkan dipungut dan dikumpulkan oleh Kepala Satuan Pendidikan melalui pengelola gaji, lalu disetorkan ke rekening Bank Nagari Unit Pengumpul Zakat (UPZ) Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Barat. Mekanisme ini terlihat rapi dan terstruktur, seolah-olah menggaransi bahwa semua berjalan sesuai prosedur.


    Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Barat dalam hal ini mungkin berpegang pada landasan hukum yang kuat, termasuk Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat dan berbagai peraturan turunannya. Namun, meskipun landasannya kuat secara hukum, kebijakan ini menimbulkan kegelisahan di lapangan. Pertanyaan besar yang mengemuka adalah. Mengapa bukti pembayaran zakat menjadi syarat wajib untuk mencairkan tunjangan berikutnya?


    Bukan bermaksud menolak kewajiban agama, tetapi pengaitannya dengan hak profesi menimbulkan kejanggalan. Seolah-olah, TPG yang merupakan hak seorang guru yang telah valid di Info GTK tidak akan bisa diterima sepenuhnya tanpa menunaikan kewajiban ini melalui jalur yang telah ditentukan.


    Pertanyaan selanjutnya menyangkut transparansi. Dana zakat yang terkumpul akan sangat besar. Jika kita berandai-andai, setiap guru dikenakan Rp 10.000 saja, lalu dikalikan dengan ribuan guru ASN di Sumatera Barat, angkanya akan mencapai miliaran rupiah. Surat edaran ini hanya menjelaskan mekanisme pengumpulan dan penyetoran, tetapi tidak menyentuh sedikit pun tentang akuntabilitas dan penyaluran dana tersebut. Ke mana saja uang itu akan disalurkan? Bagaimana pertanggungjawabannya kepada publik, khususnya kepada para guru yang telah menunaikan zakatnya?


    Di satu sisi, ada upaya pemerintah daerah untuk melembagakan zakat sesuai syariat Islam. Di sisi lain, ada hak-hak guru yang seolah-olah disandera oleh kewajiban yang bersifat kolektif dan sentralistik. Surat edaran ini menjadi potret rumitnya birokrasi, di mana niat baik untuk mengumpulkan dan mendayagunakan zakat harus dihadapkan pada tuntutan akan transparansi dan akuntabilitas.


    Para guru, yang merupakan pilar pendidikan, layak mendapatkan kejelasan. Mereka telah berjuang memastikan proses belajar-mengajar berjalan lancar, dan kini mereka juga harus memastikan administrasi zakat mereka berjalan sesuai aturan. Namun, siapa yang akan memastikan bahwa dana yang mereka setorkan benar-benar sampai kepada yang berhak dan dikelola dengan penuh integritas? Inilah narasi yang harus terus dipertanyakan, demi tegaknya keadilan dan transparansi.


    Padang, 23 September 2025

    Penulis: Andarizal, Ketua Umum KJI "Kolaborasi Jurnalis Indonesia"

    Komentar

    Tampilkan

    Terkini