PADANG - 18 OKTOBER 2025 - Setiap pertemuan selalu menyimpan janji akan perpisahan, dan setiap perpisahan tak terhindarkan meninggalkan jejak kenangan. Narasi penuh makna ini mengiringi perpisahan Midian Wahyu Tukuboya, ST, MT, yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Satuan Kerja (Ka Satker) Operasional dan Pemeliharaan (OP) Balai Wilayah Sungai Sumatera V (BWSS V). Sosok yang dikenal bersahaja ini telah beranjak menuju medan tugas baru, meninggalkan cerita kolaborasi dan persaudaraan di Ranah Minang.
Masa baktinya di Sumatera Barat mungkin terasa singkat dalam hitungan waktu, namun sungguh mendalam dalam ukiran hati. Sumatera Barat, dengan segala pesonanya, tidak hanya menyajikan panorama alam yang elok, tetapi juga filosofi kehidupan yang kokoh, terpatri dalam kearifan lokal ‘Adat Basandi Syarak, Syarak Bersandi Kitabullah’.
Midian, dengan kejujuran dan kekaguman, mengakui keindahan negeri ini, mulai dari air yang berlimpah jernih sumber kehidupan hingga adat istiadat yang dijunjung tinggi. Baginya, keharmonisan antara tugas negara dan kearifan lokal menjadi kunci utama dalam menjalankan amanah yang dipercayakan.
"Kerja sama dalam membangun negeri yang mengikuti kearifan lokal, membantu saya menjalankan amanah yang dipercayakan. Semuanya ini, bisa dilalui dengan rasa kebersamaan dan persaudaraan," ujar Midian, sembari berfilosofi, bahwa di Minangkabau, rasa badunsanak (persaudaraan) sungguh sangat tinggi.
Potret kebersamaan yang terabadikan, memperlihatkan Midian bersama timnya yang berseragam kuning cerah dan sepatu bot tinggi simbol kesiapsiagaan di lapangan menjadi saksi kolaborasi yang erat, menjalin hati dalam suka dan duka saat mengamankan tugas harian. Ia adalah sosok yang tidak hanya dikenal di lingkaran birokrasi, tetapi juga hangat dan dekat dengan akar rumput serta kalangan jurnalis. Kedekatan ini membangun jembatan komunikasi yang kokoh, menjadikan setiap tugas terasa lebih ringan.
Kini, tugas berpindah. Namun, jejak kepribadian Midian yang bersahaja, kepeduliannya pada lini terdepan, dan keterbukaannya pada pewarta kabar, menjadi kenangan terindah yang berlum terhapus. Sifat serta kepribadian ini diakui belum tergantikan oleh yang lain.
Sebagai penutup perpisahan, sebuah kata bijak dalam bahasa Minangkabau mengalun syahdu, "Bapisah bukannyo bacarai, jauah di mato dakek di hati." (Berpisah bukannya bercerai, jauh di mata dekat di hati).
Sebuah harapan mengiringi kepergian. Semoga silaturahmi tetap terjaga dan kesempatan untuk bertemu kembali terbuka di lain waktu. Aamiin. Perpisahan ini adalah jeda, bukan akhir dari tali persaudaraan yang telah terjalin erat di bumi Surau Minangkabau. (And)