Malam di Kota Padang, yang biasa diwarnai alunan ombak Pantai Barat dan sejuknya angin dari Bukit Barisan, kini terasa berbeda. Sebuah secarik kertas putih, tagihan air bulanan, membawa kabar yang mengusik ketenangan. Bukan sekadar perubahan angka biasa, retribusi sampah melonjak bagai gelombang tinggi yang tak terduga. Kenaikan fantastis sebesar 150%, dari kisaran tujuh ribu rupiah menjadi lebih dari sembilan belas ribu, bukan lagi persoalan nominal semata, melainkan sebuah hantaman keras bagi sendi-sendi ekonomi keluarga di kota ini.
Di sudut-sudut kota, di rumah-rumah sederhana yang menyimpan cerita perjuangan sehari-hari, ibu-ibu rumah tangga terpaksa memutar otak di bawah rembulan yang bersinar samar. Setiap rupiah kini terasa semakin berat, hasil dari peluh suami yang mungkin berprofesi sebagai buruh harian, nelayan, atau pedagang kecil. Di tengah perhitungan cermat untuk kebutuhan esok, tagihan PDAM datang dengan angka retribusi sampah yang terasa begitu kejam, seolah tak peduli pada sulitnya mencari rezeki. Kenaikan ini bukan lagi tentang berkurangnya uang jajan, tapi bisa jadi merenggut jatah beras di periuk nasi, menunda impian anak-anak untuk membeli buku sekolah, atau bahkan memudarkan senyum di wajah orang tua yang mulai menua.
Lebih dari sekadar masalah finansial, kenaikan ini juga menimbulkan luka pada rasa keadilan masyarakat. Kebijakan sepenting ini terasa diputuskan tanpa melibatkan hati nurani warga, tanpa ada sosialisasi yang memadai, yang menjelaskan latar belakang dan urgensinya dengan bahasa yang mudah dipahami oleh setiap kepala keluarga. Minimnya komunikasi menciptakan jurang antara pemerintah dan rakyat, menumbuhkan curiga dan kekecewaan. Warga merasa dipaksa menerima beban yang terasa begitu berat, tanpa diberi kesempatan untuk bertanya, apalagi didengarkan aspirasinya.
Janji pemerintah tentang peningkatan layanan pengelolaan sampah, yang seharusnya mengiringi kenaikan tarif, terasa bagai fatamorgana di tengah gurun nestapa. Masyarakat bertanya-tanya, bukankah seharusnya kenaikan biaya sejalan dengan perbaikan nyata yang bisa dirasakan langsung? Bukan sekadar retorika di atas kertas, melainkan tindakan konkret yang membuat setiap warga yakin bahwa uang yang mereka bayarkan sebanding dengan kualitas layanan yang mereka terima.
Di tengah keresahan yang mulai menyebar, secercah harapan muncul dari sosok Wakil Walikota Padang, Maigus Nasir. Dikenal sebagai pemimpin yang dekat dengan masyarakat dan memiliki kepedulian yang tinggi, Maigus Nasir merespon keluhan warganya dengan cepat dan empati. "Tarimo Kasih Dinda, Insya Allah akan kito pelajari balik," ujarnya dengan nada penuh perhatian, sesaat setelah mengetahui kegelisahan yang melanda masyarakatnya. Beliau menekankan bahwa program kenaikan retribusi sampah ini sudah ada dan berjalan sebelum dirinya dan Walikota Fadly Amran dilantik. Pernyataan ini memberikan angin segar bagi warga yang merasa suara mereka didengarkan.
Kota Padang yang kita cintai ini tumbuh dan berkembang atas dasar gotong royong dan kehangatan kekeluargaan. Kebijakan yang lahir tanpa mempertimbangkan empati dikhawatirkan akan merenggut nilai-nilai luhur tersebut. Pemerintah, sebagai pelayan rakyat, diharapkan mampu membuka diri dan mendengarkan suara-suara lirih dari berbagai penjuru kota. Janji Maigus Nasir untuk mempelajari kembali kebijakan ini menjadi langkah awal yang penting. Masyarakat berharap agar tinjauan tersebut dilakukan dengan hati nurani, tidak hanya sekadar perhitungan angka di atas kertas, namun juga mempertimbangkan dampak riil bagi kehidupan warga.
Di balik setiap angka retribusi, tersembunyi wajah-wajah yang merindukan keadilan dan kesejahteraan. Jangan sampai persoalan sampah menjelma menjadi beban batu yang menghimpit jantung kota, merenggut senyum dan menggantikan kehangatan dengan air mata. Padang adalah rumah kita bersama, dan setiap kebijakan yang diambil seharusnya membawa kedamaian dan kemajuan, bukan justru menimbulkan keresahan dan kesulitan. Langkah Wakil Walikota Maigus Nasir untuk meninjau kembali kebijakan ini diharapkan menjadi awal dari solusi yang adil dan berpihak kepada masyarakat Kota Padang. (And)