Rumah Itu Bukan Dinding, Tapi Hatimu: Sebuah Catatan Hati Seorang Istri
Di mata dunia, mungkin aku bukanlah gambaran kesempurnaan. Jauh dari kilau perhiasan atau megahnya gelar. Aku hanyalah perempuan sederhana, dengan satu kekayaan paling berharga yang kugenggam erat: kesetiaan. Kesetiaan yang kupilih, bukan karena keterpaksaan, melainkan karena cinta yang berakar dalam. Aku memilih untuk menjadi rumah bagimu, tempat di mana kakimu bisa melangkah pulang, bukan hanya saat mentari bersinar cerah di atas kepala, tapi terutama saat langit meruntuhkan beban berat di pundakmu, saat dunia terasa begitu dingin dan kejam.
Aku tahu betul, perjalanan ini tidak selalu mulus. Rezeki tak selalu datang menderas bagai air bah, seringkali ia hanya merintik, bahkan terkadang mengering. Namun, di tengah kemarau materi itu, ada satu hal yang tak pernah kering: cintamu padaku dan anak-anak kita. Cinta itu mengalir, menghangatkan, dan memberi kehidupan pada jiwa-jiwa kami. Dan sungguh, itu cukup. Lebih dari cukup, untuk membuatku bertahan menghadapi terpaan, untuk senantiasa mengukir senyum di wajah, dan untuk terus memupuk cinta yang sama di dalam hatiku.
Bukan istana megah atau permata berkilauan yang menjadi impianku. Cukuplah atap yang sama di atas kepala kita, yang melindungi dari hujan dan panas, dan tatapan lelah di matamu yang tetap menemukan kehangatan saat menatapku dan anak-anak. Di situlah aku akan selalu ada. Menunggu di ambang pintu, siap memijat letih yang menumpuk di bahumu, menyeka peluh yang membasahi keningmu, dan dengan segenap hati, menyulam kembali benang-benang semangat saat kau rasa hatimu mulai retak karena beratnya beban hidup.
Aku tak pernah ingin menjadi beban tambahan di daftar panjang pikiranmu. Justru sebaliknya, aku ingin menjadi alasan terkuat mengapa kau tetap tegak berdiri, menghadapi badai apa pun. Biarkan aku, dengan tangan dan hati yang sederhana ini, merawat rumah kecil kita, menjadikannya oasis kedamaian. Biarkan aku yang mengasuh anak-anak kita, membasuh jiwa-jiwa mereka dengan untaian doa dan kesabaran yang tak bertepi, membimbing mereka mengenal dunia dengan kasih sayang.
Satu hal yang pasti, aku tak akan pernah membiarkan anak-anak kita jauh darimu, dari kita. Meskipun kita mungkin belum berkecukupan dalam pandangan dunia, aku akan memastikan mereka tetap tumbuh dalam dekapan kebersamaan kita. Karena aku tahu, bagi seorang ayah sepertimu, anak-anak adalah permata yang paling berharga, sumber kekuatan dan penyemangat terbesar dalam hidupmu. Kehadiran mereka adalah pelita yang menerangi jalanmu.
Cintaku padamu bukanlah cinta yang menuntut balasan materi berlimpah. Harapanku sangatlah sederhana: cukup bagiku melihatmu pulang dengan selamat setiap harinya, membawa serta harapan yang tak pernah padam, meski terkadang genggamanmu kosong dari hasil materi.
Karena aku percaya, dengan keyakinan yang teguh dan langkah yang sejalan, tak ada badai kehidupan sekencang apapun yang tak bisa kita lalui bersama. Keluarga kecil kita, yang dibangun di atas cinta, kesetiaan, dan doa, adalah perahu yang kuat, siap mengarungi samudra kehidupan, dengan anak-anak kita sebagai navigasi dan tujuan paling berharga. Rumitnya dunia di luar sana, biarlah sederhana saja di sini, di dalam hati yang memilih untuk menjadi rumahmu. (And)