Tak Ada Tunggakan, Tapi Meteran Main Cabut: PLN Dinilai Tak Manusiawi ke Pelanggan di Pariaman
PARIAMAN - Kegelapan mendadak menyelimuti sebuah rumah di kawasan Kabun, Nagari Campago, Kecamatan V Koto Kampung Dalam, Pariaman. Bukan karena pemadaman bergilir, melainkan karena Kilo Watt hour (kWh) meter, jantung pasokan listrik rumah tersebut, dicabut paksa oleh petugas Unit Layanan Pelanggan (ULP) PLN Pariaman. Yang mengejutkan, tindakan ini dilakukan tanpa ada pemberitahuan sebelumnya kepada pemilik rumah, yang diketahui merupakan mertua dari almarhum mantan Bupati Padang Pariaman, Ali Mukhni.
Kejadian yang menuai sorotan ini terungkap setelah Yuhardi, adik dari pemilik rumah bernama Rosmanizar (pemilik nomor pelanggan: 131042000078), mempertanyakan nasib listrik di rumah tersebut. Yuhardi mengaku terkejut dan kecewa berat atas apa yang ia nilai sebagai tindakan sepihak dan tidak profesional oleh PLN.
"Sudah lima hari ini meteran listrik kami dicabut. Rumah jadi gelap gulita," keluh Yuhardi dengan nada suara yang sarat kekecewaan, saat menceritakan upayanya bolak-balik mendatangi kantor PLN demi mencari kejelasan. "Saya selama ini membayar tagihan tepat waktu, tidak ada tunggakan sama sekali. Makanya saya sangat heran, kenapa tiba-tiba dicabut tanpa ada pemberitahuan apa pun?"
Dalam pertemuannya dengan pihak manajemen PLN, Yuhardi mengaku mendapatkan jawaban yang justru menambah kebingungannya. Ia dipaparkan mengenai adanya "temuan kemunduran meteran" yang dikategorikan sebagai temuan P2, bahkan disebut-sebut sudah ada sejak tahun 2017.
Saat awak media mencoba mengonfirmasi, Rizki, yang memperkenalkan diri sebagai manajer di PLN ULP Pariaman, membenarkan adanya pencabutan tersebut. Ia menjelaskan bahwa dasar tindakan itu adalah hasil pemeriksaan yang menemukan anomali pada meteran.
"Kalau kasusnya tunggakan pembayaran, memang prosedur kami memberikan surat peringatan terlebih dahulu kepada pelanggan," terang Rizki. "Tapi, untuk kasus 'temuan' seperti ini, terutama yang masuk kategori P2 seperti kemunduran kWh meter, aturannya memang langsung kami lakukan pencabutan meteran di lokasi. Ada saksinya juga waktu kami melakukan tindakan itu," imbuhnya.
Pihak PLN pun mematok angka yang tak sedikit sebagai konsekuensi dari temuan tersebut. Yuhardi menyebutkan, ia diinformasikan bahwa pelanggan dikenakan denda sebesar Rp4.686.000. Jika merasa berat membayar lunas, PLN menawarkan opsi mencicil dengan setoran Rp940.000 per bulan selama lima bulan. "Kata manajernya, meteran baru akan dipasang kembali kalau denda itu sudah lunas," ujar Yuhardi menirukan perkataan Rizki.
Tindakan PLN ini sontak memantik reaksi keras dari berbagai pihak. Salah seorang tokoh masyarakat setempat yang enggan disebutkan namanya, dengan tegas menyayangkan cara PLN menangani masalah ini.
"Ini kan aneh dan tidak adil. Tidak ada tunggakan kok, tapi meteran main cabut begitu saja," kritik tokoh masyarakat tersebut. "Kalaupun memang ada temuan seperti yang dibilang PLN, kenapa tidak diberitahukan dulu secara baik-baik kepada pemilik rumah? Beri kesempatan untuk klarifikasi atau penjelasan. Ini terkesan buru-buru dan tidak punya empati. Kami minta pihak berwenang, termasuk pihak terkait di atas PLN, untuk segera menindaklanjuti kasus ini dan meninjau ulang prosedur yang dinilai tidak manusiawi ini."
Hingga berita ini diturunkan, rumah yang sebelumnya terang benderang kini masih gelap tanpa pasokan listrik. Pihak PLN ULP Pariaman sendiri belum mengeluarkan keterangan resmi tertulis terkait peristiwa pencabutan meteran yang kini menjadi perbincangan hangat di tengah masyarakat Pariaman tersebut. Kasus ini pun menyisakan tanya besar mengenai standar operasional dan profesionalisme PLN dalam menangani 'temuan' di lapangan tanpa mengabaikan hak dan rasa keadilan bagi pelanggan. (Jr)