-->
  • Jelajahi

    Copyright © Portalanda
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Iklan

    Gerbang Pendidikan dan Asa Pekerjaan: Dilema Aye Wakil Rakyat di Kota Padang

    Senin, 23 Juni 2025, Juni 23, 2025 WIB Last Updated 2025-06-24T03:58:42Z
    PADANG - 24 JUNI 2025 - Di tengah hiruk pikuk kesibukan Kota Padang, Wakil Ketua DPRD, Mastilizal Aye, duduk termenung. Bukan karena agenda rapat yang padat, melainkan karena suara-suara pilu yang tak henti menghampirinya. Suara-suara yang bercampur antara harapan dan keputusasaan, yang datang dari setiap sudut kota, mengetuk pintu nuraninya.


    "Ya Allah ya Tuhan, apa yang salah dengan negeri ini?" Bisik Aye, mengulang pertanyaan yang terus bergelayut di benaknya.

    Gelombang pertama adalah orang tua murid. Dengan tatapan memelas, mereka datang silih berganti, meminta tolong agar anak-anak mereka bisa diterima di sekolah impian. Sekolah yang, menurut mereka, adalah gerbang terbaik menuju masa depan yang cerah. Aye memahami betul naluri orang tua ini. Ia tahu, di balik setiap permohonan itu, ada cinta yang tak terhingga dan impian besar untuk sang buah hati.

    "Kami maklum, demi sebuah keinginan, mereka orang tua tetap berusaha demi anak-anaknya, untuk bersekolah pada sekolah yang terbaik," gumam Aye, mengenang setiap wajah yang menghadapnya. Namun, di antara empati yang meluap, ada sekat tak terlihat yang menghimpitnya. "Maaf beribu maaf untuk kali ini saya tidak bisa membantu," ucapnya lirih, setiap kata terasa berat di lidah. Ada nada penyesalan yang mendalam dalam suaranya. Bukan karena tak ingin menolong, melainkan karena "fakta integritas" yang telah ditandatangani, sebuah janji yang mengikat institusi DPRD. Sebuah janji yang kini menjadi dilema di tengah gelombang permohonan.

    Belum reda persoalan gerbang pendidikan, badai baru kembali menerpa. Kali ini, jeritan hati datang dari para sarjana muda yang menganggur, dan bahkan orang tua yang putus asa mencari nafkah untuk keluarga. "Anak saya sudah sarjana, Pak, tapi belum juga dapat kerja," adu seorang ibu dengan mata berkaca-kaca. "Saya hanya ingin pekerjaan, Pak, untuk menafkahi keluarga," sambung seorang bapak dengan suara parau, menahan beban hidup. Setiap kisah adalah pukulan, mengingatkan Aye akan realitas pahit yang dihadapi banyak keluarga di kota ini.

    Hati Mastilizal Aye teriris. Ia merasa tak berdaya di tengah harapan yang begitu besar. Sebagai wakil rakyat, ia merasa terpanggil untuk membantu, namun realitas dan aturan seringkali membelenggunya. Dalam keheningan, ia hanya bisa menengadah, memanjatkan doa tulus dari relung hatinya yang paling dalam.

    "Ya Allah ya Tuhan," ucapnya, suaranya kini lebih mantap, dipenuhi harapan. "Carikanlah mereka pejuang keluarga jalan untuk mendapatkan anak-anaknya sekolah terbaik dan pekerjaan untuk anak-anak mereka, mudahkan langkah orang tuanya rezeki untuk membiayai keluarga. Aamin…"

    Doa itu melambung tinggi, membelah udara pagi Kota Padang, membawa serta seluruh harapan dan keputusasaan yang ia dengar. Dalam doanya, tersirat sebuah pengakuan bahwa perjuangan bukan hanya milik individu, melainkan juga sebuah pergulatan kolektif. Mastilizal Aye, sang wakil rakyat, kini merasakan betul denyut nadi rakyatnya, dan di tengah keterbatasannya, hanya doa dan harapan tulus yang bisa ia panjatkan, sembari terus mencari celah dan solusi terbaik untuk masyarakatnya. (And) 

    Komentar

    Tampilkan

    Terkini