-->
  • Jelajahi

    Copyright © Portalanda
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Iklan

    Misteri di Balik Proyek Fantastis Batang Lembang Solok: Saat Mandor Tak Terlihat dan Material Dipertanyakan

    Minggu, 13 Juli 2025, Juli 13, 2025 WIB Last Updated 2025-07-13T12:36:01Z

    KOTO BARU, SOLOK - Matahari tepat di atas ubun-ubun pada Kamis, 10 Juli 2025, saat jam menunjukkan pukul 12:28 WIB. Di tengah riuhnya kicauan burung dan desiran angin yang membelai daun kelapa, tim awak media melangkah menyusuri tanah yang berdebu di Koto Baru, Kecamatan Kubung, Kabupaten Solok, Sumatera Barat. Tujuan mereka satu, menyambangi proyek Pembangunan Sarana/Prasarana Pengendalian Banjir Batang Lembang Tahap II, sebuah mahakarya yang digadang-gadang akan menjadi penyelamat bagi petani dan masyarakat Solok dari ancaman banjir.

    Proyek ini bukan main-main. Di bawah payung Kementerian Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, Balai Wilayah Sungai Sumatera V Padang, dengan nomor kontrak HK0201/8w5.8.2/V-2025/2, nilai kontraknya fantastis: Rp. 48.630.856.000,-. Sebuah angka yang membuat dahi berkerut, mengukir janji akan infrastruktur yang kokoh dan bermanfaat. Waktu pelaksanaannya pun terbilang maraton, 262 hari kalender, ditukangi oleh PT. TAKABEA RESHI CONSULINDO sebagai kontraktor pelaksana, dan PT. INAKKO INTERNASIONAL KONSULINDO KSO PT. METTANA sebagai konsultan, dengan dana bersumber dari SBSN.


    Namun, di lokasi, janji itu seolah menguap bersama teriknya siang. Keheningan menyergap. Tidak ada deru mesin berat, tidak ada suara bising pekerja, bahkan tidak ada satu pun batang hidung mandor atau "pengawas" yang terlihat. Proyek bernilai puluhan miliar rupiah ini sunyi senyap, seperti tak berpenghuni. Sebuah pemandangan yang ganjil, mengingat skala dan urgensi proyek pengendalian banjir ini.


    “Kok bisa proyek sebesar ini sepi begini?” bisik salah seorang jurnalis, tak bisa menyembunyikan rasa penasarannya. Mereka pun mencoba mencari tahu, berbekal naluri seorang pemburu berita. Hingga akhirnya, mata mereka tertuju pada seorang pria sepuh yang tengah berteduh tak jauh dari lokasi.


    “Izin Bapak, orang-orang yang kerja di proyek ini pada kemana ya?” tanya awak media sopan.


    Pria itu, yang belakangan diketahui bernama Rusdian (68), tersenyum ramah. “Oooh, ya, mereka mungkin lagi istirahat, ini kan sudah waktunya jam makan,” jawabnya lugas.


    Benar saja. Tidak lama berselang, sekitar pukul 13:57 WIB, satu per satu para pekerja mulai bermunculan, bagai semut yang keluar dari sarangnya setelah istirahat. Namun, sosok pengawas lapangan, baik dari pihak kontraktor maupun dari Balai Wilayah Sungai Sumatera V Padang, tetap tak menampakkan diri. Sebuah keanehan yang kian menebalkan tanda tanya. Proyek strategis tanpa pengawasan langsung di lapangan? Bagaimana mutu dan progresnya bisa terjamin?


    Beruntung, tim media berhasil menemui bidang humas pihak rekanan. Setelah obrolan santai ditemani kopi, perhatian awak media kembali tertuju pada tumpukan material di lokasi proyek Batang Lembang lainnya. Di sana, sebuah kejanggalan lain menarik perhatian mereka. Batu-batu dan pasir yang menumpuk terlihat berbeda, tak seperti material lazim yang digunakan untuk proyek besar. Bahkan, merek semen yang digunakan pun terasa asing.


    “Padahal, Sumatera Barat ini kan penghasil semen, Semen Padang. Tapi kok merek yang ini yang dipakai?” gumam seorang jurnalis, heran.


    Desas-desus pun mulai beredar, menguatkan kecurigaan. Kabar angin yang bukan lagi rahasia umum, bahkan konon telah sampai ke telinga PPK-BWSS-V Padang, menyebutkan bahwa pemilik izin kuari yang seharusnya memasok material berkualitas tinggi, yang bahkan memberikan dukungan saat tender, kini "dibikin tidak berkutik". Artinya, pasokan material penting seperti batu dan pasir diduga tidak berasal dari sumber yang semestinya. Konon, pasokan material sempat terhenti karena pemilik izin kuari merasa terabaikan. Publik pun bertanya-tanya, dari mana sebenarnya material proyek ini didapatkan? Sebuah pertanyaan besar yang menggantung di benak masyarakat.


    Penting untuk diingat, pemilihan material dalam proyek infrastruktur sangat krusial. Batu yang mudah lapuk, terlalu berongga, atau memiliki kandungan mineral tidak stabil, apalagi yang berasal dari penambangan ilegal, mutlak tidak boleh digunakan. Begitu pula dengan yang bercampur lumpur/tanah; keduanya dapat merusak struktur beton dan mengurangi daya rekatnya. Kegagalan struktural akibat material berkualitas rendah dapat berakibat fatal, baik kerugian ekonomi maupun ancaman keselamatan masyarakat.


    “Mestinya proyek ini menggunakan Semen Padang, semen kebanggaan ranah awak,” ujar Pak Jon (58), seorang warga lokal, dengan nada ketus. “Meskipun agak sedikit mahal dari semen lain, namun kualitasnya tidak diragukan.”


    Kekhawatiran akan kualitas dan pengawasan proyek Batang Lembang Tahap II ini kian mengemuka. Tim media mencoba mengkonfirmasi langsung kepada pihak yang bertanggung jawab, Naryo, Kepala Balai BWSS-V Padang; Rinaldi ST, PPK Sungai dan Pantai BWSS-V Padang, serta Kepala Satker. Namun, upaya konfirmasi melalui aplikasi pesan WhatsApp tidak membuahkan hasil. Pesan-pesan yang dikirim hanya "hening," tanpa jawaban. Sikap ini sekesan menutup diri, memperkuat dugaan adanya dilema serius yang tengah terjadi di balik layar proyek raksasa ini.


    Masyarakat Solok menaruh harapan besar pada proyek Batang Lembang. Proyek ini bukan sekadar pembangunan fisik, melainkan investasi untuk masa depan, demi kesejahteraan petani dan keamanan warga dari ancaman banjir. Namun, jika pelaksanaannya dibayangi misteri material, absennya pengawas, dan terabaikannya pihak-pihak yang seharusnya mendukung, akankah proyek ini benar-benar rampung tepat waktu dengan mutu yang terjamin? Pertanyaan ini kini menjadi pekerjaan rumah besar bagi pihak terkait, dan publik menuntut jawaban transparan.


    Berita ini akan terus kami update seiring dengan perkembangan informasi dari pihak terkait.( And)

    Komentar

    Tampilkan

    Terkini