PADANG - 8 AGUSTUS 2025 – Maraknya pemberitaan seputar proyek Pembangunan Ruang Kelas Baru (RKB) SMPN 4 Padang, yang dianggap mengabaikan aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) serta penggunaan Alat Pelindung Diri (APD), akhirnya memantik tanggapan dari pihak berwenang. Namun, apa yang disampaikan dengan manis oleh pejabat terkait, nampaknya tak sepenuhnya sejalan dengan realita yang terabadikan dalam sebuah potret.
Proyek yang didanai oleh APBD Kota Padang tahun 2025 dengan nilai kontrak fantastis, yakni Rp. 1.436.989.400,00 ini, memang menjadi sorotan. Nomor Kontrak: 5558/PK.RKB/SMP4PDG/PPK-DISDIKBUD/2025 dan Nomor SPMK: 5563/PK.RKB/SMP4PDG/PPK-DISDIKBUD/2025, sama-sama bertanggal 16 Juli 2025. Proyek yang dikerjakan oleh kontraktor SV. Perintis dan diawasi oleh konsultan SV.zagilfa consultant ini seharusnya menjadi contoh teladan, terutama karena berlokasi di lingkungan sekolah yang padat aktivitas siswa.
Namun, kabar yang beredar justru sebaliknya. Para pekerja disinyalir minim APD, dan yang lebih mengkhawatirkan, tidak adanya safetyline atau garis pembatas yang jelas. Kondisi ini tentu sangat membahayakan, mengingat area proyek menyatu dengan kompleks sekolah. Di antara tumpukan material bangunan dan besi-besi yang berserakan, potensi kecelakaan bagi para siswa dan guru menjadi ancaman nyata.
Menanggapi kritik pedas ini, Well of Sonora, Kabid Sapras dan Aset Disdik Kota Padang, yang juga bertindak sebagai penanggung jawab proyek, angkat bicara. Melalui pesan tertulis yang dikirimkannya kepada awak media, ia menyampaikan terima kasih atas informasi yang masuk. "Terima Kasih informasinya, telah kami tindak lanjuti dengan pemagaran area kerja dg safety line, penertiban pemakaian APD pada pekerja, pemasangan rambu2 dan lain2," tulisnya.
Bahkan, untuk meyakinkan publik, ia menyertakan sebuah foto yang diklaim sebagai bukti bahwa perbaikan telah dilakukan. Dalam foto tersebut, tampak beberapa pekerja sudah mengenakan rompi oranye yang mencolok dan helm kuning sebagai standar APD. Sekilas, pernyataan dan bukti foto itu terkesan melegakan.
Namun, jurnalis memiliki mata yang terlatih untuk melihat detail. Saat mengamati lebih dalam foto yang dikirimkan Well of Sonora, sebuah kejanggalan mencolok tertangkap. Di antara barisan pekerja yang sebagian besar tampak patuh, terlihat satu sosok yang sedang mengangkat duatas tumpukan besi. Sosok ini mengenakan rompi oranye, namun di kakinya, bukan sepatu bot proyek yang tebal dan kokoh, melainkan sepasang sandal plastik.
Pemandangan ini seolah menampar keras janji manis yang telah diucapkan. Bagaimana mungkin penertiban APD dikatakan sudah dilakukan secara menyeluruh, sementara satu dari sekian banyak pekerja yang terlihat, masih berani bertaruh nyawa dengan hanya mengandalkan alas kaki seadanya? Di lingkungan kerja yang penuh dengan material tajam, paku, dan besi berat, penggunaan sandal adalah sebuah tindakan ceroboh yang bisa berujung pada cedera serius.
Pertanyaan pun muncul, apakah 'penertiban' yang dimaksud hanyalah formalitas semata? Ataukah pengawasan di lapangan masih jauh dari kata ideal? Kondisi ini seolah menunjukkan bahwa standar K3 yang seharusnya menjadi harga mati dalam setiap proyek pembangunan, terutama di lingkungan pendidikan, masih seringkali dipandang sebelah mata.
Proyek dengan masa pelaksanaan 150 hari kalender ini masih panjang perjalanannya. Publik berharap, janji-janji keselamatan bukan hanya sebatas tulisan di atas kertas atau kata-kata yang dilontarkan untuk meredam kritik. Lebih dari itu, implementasi nyata di lapangan adalah hal yang paling dibutuhkan. Pembangunan RKB SMPN 4 Padang harus berjalan dengan lancar, kokoh, dan yang terpenting, aman, baik bagi para pekerja, maupun bagi seluruh komunitas sekolah. Kualitas sebuah proyek tidak hanya diukur dari bangunannya yang berdiri tegak, tapi juga dari nyawa-nyawa yang terlindungi selama proses pembangunannya. (And)