Pagi itu, 3 Oktober 2025 mentari belum sepenuhnya angkat bicara di langit Padang. Udara sejuk khas pesisir masih terasa, namun sebuah perjalanan jauh telah menanti tim kami menuju pedalaman Sumatera Barat, tepatnya ke Kabupaten Solok. Tujuan tim kami tunggal, meninjau denyut nadi pembangunan pekerjaan penggantian Jembatan Pisau Hilang, sebuah proyek vital di bawah payung besar Kementerian Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga, melalui Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) Sumatera Barat (Sumbar) Satuan Kerja (Satker) Pelaksana Jalan Nasional Wilayah II.
Proyek ini bukan sekadar urusan semen dan baja. Ia adalah manifestasi dari komitmen negara dalam meningkatkan infrastruktur. Proyek bernomor kontrak: HK.02.01/KTR.03.PPK-2.5-PJN.II/IV/2025 yang ditandatangani pada 29 April 2025 ini dipercayakan kepada pelaksana CV. Rokads Cooperation, dengan pengawasan ketat dari konsultan Supervisi PT. Exxco Gamindo Perkasa, KSO PT. Arci Pratama Konsultan.
Angka yang tersemat dalam kontrak pun tak main-main: Rp. 7.597.499.000,- (Tujuh Miliar Lima Ratus Sembilan Puluh Tujuh Juta Empat Ratus Sembilan Puluh Sembilan Ribu Rupiah). Dengan alokasi waktu 240 hari kalender, tanggung jawab besar ini diemban oleh Kepala Satker PJN Wilayah II Provinsi Sumbar, Masudi, ST., MT.
Di lapangan, tim kami menyaksikan langsung wujud komitmen tersebut. Beton penyangga telah berdiri kokoh, berbalut warna sisa lapisan pelindung, sebuah fondasi yang menjanjikan masa depan lebih kokoh. Di bawah terik yang menyengat, para pekerja tampak berjibaku. Profesionalitas pelaksana terlihat jelas, tak lepas dari pengawas ketat yang dilakukan oleh PPK 2.5 Rai Fraja Novfandro, ST., M.Sc.
Satu hal yang menarik perhatian tim adalah atribut keselamatan kerja yang dikenakan lengkap oleh para pekerja. Ini menegaskan bahwa, bagi PJN Wilayah II Sumbar, keselamatan pekerja adalah prioritas utama. Mereka bukan sekadar tenaga kerja, melainkan aset yang harus dilindungi.
Setelah puas meninjau kemajuan konstruksi, tim kami beranjak mencari tempat istirahat. Tak jauh dari proyek, tim menemukan sebuah kedai kopi sederhana. Di sana, beberapa warga lokal tengah menikmati waktu istirahat mereka. Kami pun membaur, membuka obrolan ringan yang berujung pada kisah Jembatan Pisau Hilang dari sudut pandang masyarakat.
Seorang warga, yang meminta inisialnya tidak disebutkan, mengungkapkan rasa syukurnya yang mendalam. "Kami sangat bersyukur sekali. Dengan adanya proyek ini, lapangan kerja terbuka untuk kami," ujarnya tulus.
Warga lainnya segera menimpali, dengan senyum mengembang, "Bukan hanya itu! Kami pemilik kedai dan warung di sini juga kebagian rezeki. Para pekerja itu, saat istirahat, ada yang makan, ada yang minum kopi di tempat kami. Kami benar-benar merasa bersyukur atas proyek ini."
Narasi ini menyimpulkan hal yang lebih besar dari sekadar pembangunan fisik. Proyek infrastruktur, secara tak langsung, telah menjadi katalisator ekonomi kerakyatan, memberikan napas kehidupan baru bagi usaha mikro di sekitarnya.
Saat mentari mulai meredup, tim kami berputar arah, memulai perjalanan kembali ke Kota Padang. Kelelahan setelah menempuh jarak yang cukup menguras tenaga itu terbayarkan. Tim kami tidak hanya membawa pulang data teknis dan gambar konstruksi. Kami membawa sebuah pemahaman mendalam.
Jembatan Pisau Hilang, yang kelak akan berdiri kokoh menghubungkan Solok dan Solok Selatan, bukan hanya akan mempermudah mobilitas barang dan jasa. Lebih dari itu, ia telah menjadi "jembatan" rezeki, "jembatan" lapangan kerja, dan "jembatan" harapan bagi masyarakat setempat, bahkan sebelum jembatan itu selesai sepenuhnya.
Perjalanan melelahkan sejauh 161 km ini mengajarkan tim kami bahwa setiap proyek pembangunan di bawah BPJN Sumbar, pada hakikatnya, adalah investasi jangka panjang yang bermakna bagi kemajuan daerah dan kesejahteraan rakyat.
Penulis: Andarizal
