-->
  • Jelajahi

    Copyright © Portalanda
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Meracuni Negeri Sendiri: Jerat Merkuri dan Kerusakan Abadi PETI di Ranah Minang

    Jumat, 24 Oktober 2025, Oktober 24, 2025 WIB Last Updated 2025-10-24T23:38:32Z

    Kabar yang berhembus kencang di Ranah Minang bukanlah sekadar angin lalu, melainkan ancaman nyata yang menyeruak dari dalam bumi. Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI). Di balik kilau semu logam mulia, tersembunyi tragedi lingkungan, ekonomi, dan sosial yang menggerogoti Sumatera Barat secara perlahan namun pasti. Jika dibiarkan, aktivitas ilegal ini akan meninggalkan luka abadi di tanah leluhur.

    Isu utama yang paling mengkhawatirkan adalah penggunaan bahan kimia beracun, terutama merkuri dan sianida. Para penambang ilegal memanfaatkan merkuri untuk memisahkan emas dari bijih, sebuah proses yang murah, cepat, namun mematikan. Sungai-sungai yang seharusnya menjadi sumber kehidupan kini menjelma menjadi urat nadi racun.


    Merkuri, polutan paling berbahaya, tidak hanya mencemari ekosistem akuatik hingga memusnahkan biota, tetapi juga mengancam kesehatan masyarakat yang mengonsumsi air dan ikan. Paparan kronis zat ini memicu kerusakan saraf, cacat lahir, dan masalah kesehatan serius lainnya, mengubah ladang emas menjadi ladang penyakit. 


    Dampak PETI tak hanya soal racun, tetapi juga kehancuran struktural. Pembukaan lahan untuk tambang telah menyebabkan deforestasi masif, hilangnya keanekaragaman hayati yang tak ternilai, dan degradasi tanah yang memicu risiko bencana seperti erosi dan tanah longsor. Bentang alam yang indah berganti rupa menjadi lubang-lubang menganga yang dibiarkan tanpa upaya reklamasi.


    Dari sisi ekonomi, Pemerintah Provinsi dan negara menderita kerugian besar. Aktivitas gelap ini menghindari pembayaran pajak, royalti, dan bea ekspor, merampok hak rakyat atas sumber daya alamnya sendiri. Lebih ironis, keuntungan jangka panjang tidak dinikmati masyarakat lokal, melainkan dikuasai oleh pengusaha bermodal dari luar, sering kali dengan membawa pekerja dari daerah lain.


    Menghadapi persoalan yang multidimensi ini, Pemerintah Provinsi Sumatera Barat tidak bisa hanya mengandalkan penertiban represif. Diperlukan sebuah strategi terintegrasi, komprehensif, dan humanis yang menyentuh akar permasalahan.


    1. Tangan Besi dan Mata Elang (Penegakan Hukum):


    Pemerintah harus berkoordinasi dengan Kepolisian, TNI, dan kementerian terkait (ESDM, KLHK) untuk melakukan operasi gabungan yang rutin. Penegakan hukum wajib diarahkan tidak hanya kepada pekerja di lapangan, tetapi juga kepada pemodal dan cukong di belakang layar dengan sanksi pidana dan denda yang tegas sesuai UU No. 3 Tahun 2020 tentang Minerba. Pemanfaatan teknologi seperti drone dan remote sensing mutlak diperlukan untuk memonitor dan mendeteksi aktivitas ilegal dari jarak jauh.


    2. Jalan Keluar Ekonomi (Alih Profesi dan Fasilitasi Legal):


    Akar masalah PETI seringkali adalah kesulitan ekonomi dan minimnya lapangan kerja. Solusinya adalah program alih profesi yang didukung pelatihan dan bantuan modal ke sektor yang berkelanjutan, seperti pertanian modern, perikanan, atau pengembangan potensi pariwisata daerah. Di sisi lain, mempermudah dan mempercepat proses pengurusan Izin Pertambangan Rakyat (IPR) dan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) bagi penambang kecil dapat menarik mereka keluar dari zona ilegal, sembari memastikan mereka menggunakan teknik penambangan yang aman dan ramah lingkungan.


    3. Pendekatan Humanis dan Reklamasi Ekologis:


    Pemerintah perlu mendekati masyarakat secara humanis, melibatkan tokoh adat, tokoh agama, dan tokoh masyarakat yang memiliki pengaruh kuat. Sosialisasi intensif tentang bahaya merkuri harus terus digencarkan. Terakhir, lahan-lahan yang telah rusak parah wajib menjalani reklamasi ekologis dengan menanam kembali vegetasi asli dan memulihkan habitat yang hilang.


    PETI adalah musuh bersama. Upaya penertiban harus dilihat sebagai investasi jangka panjang demi keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan generasi mendatang di Ranah Minang. Menghentikan racun merkuri dan kerusakan abadi adalah pertaruhan yang tidak boleh dimenangkan oleh segelintir kepentingan sesaat. 


    Padang, 24 Oktober 2025

    Oleh: Andarizal,  Ketua Umum KJI "Kolaborasi Jurnalis Indonesia"

    Komentar

    Tampilkan

    Terkini