-->
  • Jelajahi

    Copyright © Portalanda
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Antrean BBM di Padang: Dipersimpangan Kelangkaan, Penyelewengan, dan Komitmen Pengawasan

    Jumat, 07 November 2025, November 07, 2025 WIB Last Updated 2025-11-08T01:56:09Z

    Pemandangan antrean panjang kendaraan berat, terutama truk, yang melumpuhkan sebagian ruas Jalan Raya Ampang, Padang, pagi ini pukul 07:39 WIB, bukan lagi sekadar pemandangan sesaat, melainkan simptom akut dari persoalan energi yang kronis di Sumatera Barat. Kejadian di SPBU Alai Parak Kopi ini menyajikan dua sisi mata uang, keterbatasan pasokan dan dugaan kebocoran distribusi.


    Apa yang terjadi di Padang adalah cerminan dari kegagalan sistemik. Keluhan warga setempat yang merasa heran akan kehadiran truk-truk besar berjejer, ditambah pengakuan sopir bahwa mereka terpaksa mencari sisa stok setelah SPBU lain kering, mengindikasikan bahwa distribusi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi yang seharusnya tepat sasaran telah terdistorsi parah.


    Dampak antrean ini melampaui sekadar kemacetan. Para pedagang kecil di sekitar SPBU menjerit, rezeki harian mereka terhambat oleh badan jalan yang dipenuhi kendaraan pengantre. Ini adalah sebuah biaya sosial yang ditanggung langsung oleh rakyat kecil akibat ketidakberesan manajemen energi.


    Jantung dari krisis ini terletak pada tuduhan yang kian menguat, bahwa antrean panjang merupakan hasil dari penyelewengan BBM subsidi yang dialihkan oleh oknum untuk kepentingan sektor industri seperti tambang dan proyek. Isu ini bukan lagi "kabar angin," melainkan rahasia umum yang berulang kali diangkat, namun anehnya, pemberitaan tentang penindakan seringkali menghilang misterius, bak ditelan bumi.


    Di sinilah letak kritik tajam harus diarahkan, integritas pengawasan. Subsidi BBM adalah hak rakyat, namun ia rentan menjadi komoditas gelap yang menguntungkan segelintir pemain minyak. Aparat penegak hukum (APH) dan pemerintah daerah wajib menjawab tuntas mengapa praktik ilegal ini begitu sulit diberantas secara permanen.


    Di sisi lain, harus diakui bahwa Pemerintah Provinsi Sumatera Barat telah menunjukkan upaya proaktif, terutama dalam menghadapi masalah kuota. Jauh sebelum insiden hari ini, pada bulan Oktober 2025, Gubernur Sumbar telah berhasil melobi BPH Migas, menghasilkan tambahan kuota Bio Solar sebesar 70 ribu KL, peningkatan signifikan yang bertujuan mengurai antrean.


    Namun, penambahan kuota hanyalah solusi parsial. Seperti yang ditegaskan Gubernur sendiri, pasokan tambahan ini akan kembali menipis jika pengawasan tidak diperketat dan Surat Edaran Gubernur tentang pembatasan pembelian (maksimal 125 liter per kendaraan) tidak dijalankan secara disiplin oleh SPBU.


    Oleh karena itu, Satu-satunya jalan keluar dari dilema ini:


     1 Aksi Forkopimda yang Nyata: Rekomendasi untuk membentuk tim khusus dan melakukan sidak berkala oleh Forkopimda (Gubernur, Kapolda, Danrem, Kejaksaan, dsb.) harus segera diwujudkan, bukan hanya wacana. Sidak harus berorientasi pada penindakan langsung, termasuk sanksi administratif dan hukum bagi SPBU yang bermain mata dengan oknum penyeleweng.


     2 Transparansi dan Akuntabilitas: Perlu adanya sistem pemantauan distribusi yang transparan dan digital. Setiap liter BBM subsidi yang masuk dan keluar dari SPBU harus tercatat dan diawasi ketat untuk memastikan penyaluran tepat sasaran kepada masyarakat yang berhak, seperti petani, nelayan, dan angkutan logistik yang resmi.


     3 Sikap Tegas terhadap 'Pemain Minyak': APH harus membuktikan komitmennya dengan menindak tegas oknum pemain minyak tanpa pandang bulu. 


    Antrean panjang di Padang adalah jeritan kebutuhan masyarakat dan sebuah ujian integritas bagi pemerintah daerah dan aparat penegak hukum di Ranah Minang. Selama kebocoran tidak ditambal, antrean panjang akan terus menjadi bayang-bayang kelam di setiap hari.


    Padang, 8 November 2025

    Penulis: Andarizal, Ketua Umum KJI "Kolaborasi Jurnalis Indonesia"


    Komentar

    Tampilkan

    Terkini