Surat Terbuka Jhon Rusli Pratama untuk Gubernur: Rekomendasi Bantuan Medis Cucunda Tak Berlaku di Baznas Sumbar
PADANG - 3 MEI 2025 - Dalam guliran takdir yang tak terduga, cobaan berat kerap kali menyapa tanpa permisi. Begitu pula yang dialami Jhon Rusli Pratama dan keluarganya di bulan Agustus 2024. Sebuah musibah tiba-tiba merenggut ketenangan, menyeret mereka ke dalam pusaran kecemasan dan perjuangan. Cucunda tercinta, buah hati yang semestinya hanya mengenal riang dan tawa, terjatuh di Pekanbaru dan mengalami cedera serius: rahangnya retak.
Detik-detik setelah kejadian adalah episode paling mendebarkan. Sang cucu dilarikan ke Rumah Sakit Sansani Pekanbaru, sementara kekhawatiran merayapi hati seluruh keluarga. Kondisi sang cucu sangat genting, penanganan medis harus segera dilakukan. Namun, kenyataan berbenturan dengan kebutuhan mendesak. Pihak rumah sakit, terikat prosedur administrasi, belum bisa mengambil tindakan medis vital sebelum persyaratan dipenuhi.
Di tengah desakan waktu dan ancaman yang membayangi kesehatan sang cucu, keluarga Jhon Rusli Pratama berjibaku mencari jalan keluar. Pilihan yang tersisa hanyalah satu: meminjam dana. "Kami sepakat meminjam dana ke semua pihak asalkan pengobatan cucu kami bisa ditangani," ujar Jhon Rusli Pratama, suaranya sarat getir kenangan akan kepanikan saat itu. Dari Bank Mekar hingga koperasi, pintu-pintu pun diketuk, pinjaman diupayakan demi mengumpulkan rupiah demi rupiah untuk menutupi biaya pengobatan.
Di saat yang bersamaan, secercah harapan muncul ketika mereka memberanikan diri mengajukan permohonan bantuan kepada pucuk pimpinan daerah, Gubernur Sumatera Barat, Buya Mahyeldi Ansharullah. Proposal permohonan bantuan diajukan, menguraikan kondisi darurat yang mereka hadapi. Dan gayung pun bersambut, sang Gubernur dikabarkan menyetujui permohonan tersebut, memberikan rekomendasi yang diharapkan bisa menjadi jembatan menuju uluran tangan.
"Proposal kami sudah jalan dari Kabag Kesra dan lanjut ke Baznas Provinsi," urai Jhon, mengikuti alur birokrasi yang semestinya memperlancar proses bantuan. Dari Baznas Provinsi Sumatera Barat, informasi pun didapat: mereka akan membantu sebesar Rp 5 juta. Sebuah angka yang tentu berarti besar bagi keluarga yang sedang berjuang memulihkan kondisi cucunya dan terlilit utang.
Namun, waktu terus berjalan, dan harapan itu perlahan menguap digantikan kebingungan dan kekecewaan. Bantuan sebesar Rp 5 juta yang dijanjikan tak kunjung tiba di tangan Jhon Rusli Pratama dan keluarga. Padahal, seperti yang diungkapkan Jhon, pengajuan bantuan ini sudah jelas-jelas atas perintah Gubernur Mahyeldi, lengkap dengan seluruh data dan permohonan yang terlampir rapi.
Di sinilah letak persoalan yang paling mengganjal di hati Jhon Rusli Pratama, hingga mendorongnya menulis surat terbuka ini. Ia merasa ada jurang pemisah antara niat baik pimpinan daerah dan eksekusi di tingkat pelaksana. "Nampaknya, dalam hal ini pihak Baznas kurang respon terhadap memo Gubernur," keluh Jhon. Ungkapan itu menyiratkan luka kekecewaan yang mendalam, seakan perintah seorang Gubernur, yang notabene merupakan kepala daerah dan figur sentral di provinsi itu, tidak memiliki kekuatan atau prioritas yang semestinya di lembaga sekelas Baznas Sumbar.
Surat terbuka ini menjadi cermin buram birokrasi yang terkadang alpa akan sisi kemanusiaan di saat paling dibutuhkan. Di satu sisi, ada pimpinan daerah yang menunjukkan empati dan memberikan dukungan melalui rekomendasi, namun di sisi lain, proses pencairan bantuan tak semulus yang dibayangkan, meninggalkan keluarga Jhon Rusli Pratama terombang-ambing dalam ketidakpastian dan beban finansial yang kian menumpuk akibat pinjaman yang telah diambil. Kisah ini menjadi pengingat pentingnya sinergi dan respons cepat antarlembaga dalam menyalurkan bantuan, terutama dalam kasus-kasus darurat kemanusiaan yang membutuhkan penanganan segera.
Berita ini akan terus kami update seiring dengan perkembangan informasi dari pihak terkait. (And)