-->
  • Jelajahi

    Copyright © Portalanda
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Translate

    Iklan

    Iklan

    Api di Parlemen, Bara di Dada Rakyat

    Sabtu, 30 Agustus 2025, Agustus 30, 2025 WIB Last Updated 2025-09-01T01:11:39Z

    Di dalam gedung-gedung berarsitektur megah, di balik pintu-pintunya yang kokoh, seharusnya denyut nadi rakyat berdetak. Parlemen, dengan janji-janji luhur pendiriannya, seharusnya menjadi rumah di mana setiap bisik keluh kesah petani, setiap tangis ibu yang kehilangan anak, dan setiap harapan buruh yang diupah tak layak menemukan jalannya menuju kebijakan. Namun, lihatlah, yang terjadi adalah sebaliknya. Gedung-gedung itu tak lebih dari menara gading yang megah, diselimuti dinding-dinding aspirasi yang telah lama kosong. Ia berdiri gagah, tetapi tak ada lagi gema suara rakyat di dalamnya.


    Maka, ketika api melalap dinding-dinding itu, kita tidak bisa hanya melihatnya sebagai aksi vandalisme, apalagi sekadar kekerasan. Api yang menjalar itu adalah pantulan api lain, yang telah lama menyala di dada rakyat. Ia adalah amarah yang telah dipupuk oleh janji-janji yang menguap menjadi angin, oleh korupsi yang menjadi tontonan sehari-hari, dan oleh kebijakan yang terasa seperti tikaman belati. Setiap kali rakyat mendengar berita tentang tunjangan yang naik di tengah perut yang lapar, setiap kali menyaksikan hukum yang tumpul ke atas dan tajam ke bawah, sepercik bara itu menyala. Dan malam itu, bara-bara itu menemukan jalan keluarnya.


    Gedung-gedung itu hangus, bukan karena disiram bensin dari jerigen, melainkan karena disiram oleh air mata kekecewaan. Ia terbakar bukan oleh korek api, melainkan oleh bara di dalam jiwa yang telah lama dibiarkan membara. Kebakaran ini adalah tragedi, tentu. Kerugian materi dan nyawa tidak akan pernah bisa dibenarkan. Tetapi tragedi yang lebih besar adalah jika kita hanya melihat asapnya tanpa berani melihat sumber apinya. Tragedi yang lebih besar adalah jika kita hanya mengutuk kemarahan massa tanpa mau mengakui bahwa kemarahan itu lahir dari pengkhianatan yang sistematis.


    Demokrasi yang kita banggakan kini terasa seperti panggung kosong. Aktornya sibuk bermain sandiwara, tetapi penontonnya sudah lelah dan pulang. Kita butuh lebih dari sekadar pemadam kebakaran. Kita butuh air kejujuran, air tanggung jawab, dan air keberanian untuk membangun kembali kepercayaan. Kita butuh pemimpin yang mau menanggalkan topeng-topengnya dan melihat api di dada rakyat.


    Apakah dari abu yang tersisa kita akan membangun kembali fondasi yang kokoh, ataukah kita akan membiarkan bara itu terus menyala, hingga seluruh rumah ini hangus? Pertanyaan ini tidak hanya ditujukan kepada para penguasa, tetapi kepada kita semua, sebagai bangsa. Api yang membakar gedung parlemen adalah cermin. Di dalamnya, kita melihat kegagalan kita sendiri. Dan hanya dengan kejujuranlah, kita bisa memulai perbaikan.


    Padang, 30 Agustus 2025

    Penulis: Andarizal, Ketua Umum "KJI" Kolaborasi Jurnalis Indonesia

    Komentar

    Tampilkan

    Terkini