Di tengah hiruk-pikuk Jalan Diponegoro, Padang, berdiri tegak sebuah bangunan tiga lantai yang megah, Gedung Abdullah Kamil. Bukan sekadar tumpukan beton berarsitektur indah merefleksikan keagungan Rumah Gadang, gedung ini adalah manifestasi nyata dari cita-cita luhur seorang tokoh besar. Abdullah Kamil, seorang diplomat Indonesia yang kariernya mentereng hingga menjabat Duta Besar untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Komitmen abadi terhadap Ranah Minang ini kembali dihidupkan dalam sebuah pertemuan silaturahmi yang hangat pada, Rabu tanggal 5 November 2025. Tatkala matahari mulai meredup, tokoh-tokoh lintas organisasi adat dan budaya Minangkabau berkumpul di salah satu ruangan berpanel kayu yang sarat sejarah, membahas upaya pelestarian benteng kebudayaan ini. Dalam bincang-bincang itu, terkuak kembali inti dari sebuah dokumen bersejarah yang menjadi kunci. Surat Pernyataan Bersama tentang Penguasaan dan Pemanfaatan Gedung Abdullah Kamil Padang.
Gedung Abdullah Kamil didirikan oleh sosok yang namanya disandang. Meskipun dikenal sebagai diplomat ulung, Bapak Abdullah Kamil juga menaruh kepedulian mendalam terhadap akar budayanya. Gedung ini, yang peletakan batu pertamanya dilakukan pada 13 Agustus 1988 dan diresmikan pada 7 Mei 1992, didedikasikan sepenuhnya sebagai pusat pemeliharaan dan pemajuan kebudayaan serta adat istiadat Minangkabau.
Dalam surat pernyataan yang ditandatangani pada hari Sabtu, 17 September 1988, tercatat jelas fungsi setiap lantainya. Lantai I berisi ruang kerja, rapat, dan perpustakaan pribadi Abdullah Kamil. Lantai II dikhususkan untuk ruang pertunjukan teater, dan Lantai III berfungsi sebagai ruang aula pertemuan umum. Sejumlah organisasi kebudayaan penting, termasuk LKAAM, Yayasan Genta Budaya, Bundo Kandung, dan Pusat Kajian Adat Basandi Syarak Syarak Basandii Kitabullah Hukum Adat Minangkabau (Pujian ABSSEM HAM), menjadi penghuni dan pengelola awal yang diamanahkan.
Dokumen bersejarah tahun 1988 itu memuat ikrar lima tokoh adat dan budaya Minangkabau untuk menjaga amanah pendiri. Mereka adalah:
1 Hasan Basri Durin Dt. Rky Mulie Nan Kuniang (Pendiri Yayasan Genta Budaya, Ketua Umum LKAAM Sumbar
2 Ahmad Husen Dt Pintu Basa, SH (Sekretaris Umum LKAAM Sumbar/Anggota DPRD Sumbar)
3 Drs. M. Sayuti Dt. Rajo Pengulu (Ketua Pusat Kajian ABS-SBK HAM)
4 Kamardi Rais Dt. Panjang Simulie (Sekretaris LKAAM Sumbar/Wartawan Senior)
5 Drs. Zainuddin Dt. Rajo Lenggang (Anggota LKAAM Kota Padang)
Mereka SEPAKAT DAN MENYATAKAN komitmen yang tak lekang dimakan waktu:
* Komitmen Abadi: Selalu memelihara Gedung Abdullah Kamil secara berkelanjutan sesuai dengan tujuan dan fungsinya.
* Suksesi Amanah: Apabila salah satu dari mereka meninggal dunia, yang masih hidup tetap wajib melanjutkan dan melaksanakan kesepakatan ini.
* Penguasaan dan Pewarisan: Penguasaan dan pemanfaatan gedung akan diteruskan oleh anggota yang masih hidup, dengan harapan besar agar amanah ini diwariskan kepada generasi selanjutnya yang peduli terhadap pelestarian kebudayaan.
Poin paling krusial dalam surat pernyataan ini adalah penegasan status kepemilikan dan larangan pengalihan aset. Para tokoh menyatakan bahwa Gedung ini adalah milik Abdullah Kamil pribadi dan bukan aset pemerintah.
"Gedung ini tidak boleh dijual atau dialih tangankan, kecuali difungsikan dan dimanfaatkan sebesar besarnya untuk pelestarian dan pemajuan kebudayaan dan adat istiadat Minangkabau."
Amanah ini memberikan mandat kepada para pihak yang bersepakat untuk memelihara dan memanfaatkan gedung, bahkan berwenang mencari sumber dana dan membentuk badan pengelola, selama tujuannya adalah untuk kebudayaan.
Pertemuan silaturahmi yang teduh di Padang itu bukan sekadar bincang-bincang biasa. Itu adalah penegasan kembali atas Komitmen Abadi yang telah ditandatangani puluhan tahun silam. Gedung Abdullah Kamil, dengan arsitektur Rumah Gadang yang menaunginya, benar-benar berdiri sebagai benteng kebudayaan, menanti dihidupkan kembali sesuai dengan visi mulia sang pendiri dan ikrar para penjaga amanahnya. (And)
