Drama VAR dan Kontroversi Wasit Kembali Hantui Semen Padang FC, Aroma Mafia Bola Terkuak?
Semen Padang FC (SPFC) berhasil mengamankan tiga poin penting setelah menaklukkan Madura United dengan skor tipis 2-1 dalam sebuah pertandingan yang tak hanya menguras fisik para pemain, namun juga menguji kesabaran para pendukungnya. Laga yang digelar di kandang SPFC ini menyajikan drama intens yang sayangnya, menurut banyak pihak, dibayangi oleh keputusan kontroversial dari sang pengadil lapangan.
Klimaks ketegangan terjadi ketika sebuah gol Semen Padang dianulir. Momen ini memicu reaksi keras karena keputusan tersebut diambil oleh wasit, Thorin Alkacirik, melalui mekanisme VAR, namun disorot karena disinyalir dilakukan tanpa melakukan tinjauan langsung di monitor yang tersedia di pinggir lapangan. Hal ini sontak menimbulkan kebingungan dan kemarahan di antara skuad Kabau Sirah dan para suporter.
Narasi ketidakadilan yang dirasakan SPFC bukanlah hal baru. Insiden ini mengingatkan kembali pada pertandingan sebelumnya melawan PSIS Semarang. Kala itu, dua gol yang dianggap bersih oleh pihak SPFC juga dianulir oleh wasit, memicu reaksi keras dari Penasehat SPFC, Andre Rosiade, bahkan sampai melaporkan wasit pertandingan tersebut ke Komisi Wasit dan secara terbuka menandai (tag) akun media sosial Menteri BUMN sekaligus tokoh sentral PSSI, Erick Thohir, menyuarakan protesnya. Meskipun dirugikan, berkat perjuangan tanpa henti dan, seperti yang diyakini sebagian pihak, campur tangan keberuntungan, SPFC akhirnya mampu memenangkan laga kontra PSIS dengan skor 3-2 melalui gol krusial di detik-detik akhir oleh Tim Matic.
Di laga melawan Madura United hari ini, sejarah seolah berulang. Gol yang dicetak Tim Matic pada babak pertama juga bernasib serupa, dianulir dalam situasi yang kembali dipertanyakan, terutama cara wasit menggunakan VAR.
Kekecewaan mendalam pun meluap. Tak hanya keputusan di lapangan, namun tuduhan serius mengemuka dari kalangan suporter dan pengamat yang menyaksikan pertandingan. Ada yang secara terang-terangan menuduh wasit yang memimpin laga, Thorin Alkacirik, telah mengorbankan integritas dan sertifikasi FIFA-nya, bahkan mengaitkannya dengan kerja sama bersama "mafia" yang disebut-sebut memiliki target untuk "menyingkirkan" SPFC dari persaingan Liga 1.
Situasi ini memunculkan pertanyaan fundamental di benak para pecinta sepak bola Tanah Air: "Kapan kita bisa menyaksikan Liga Indonesia tanpa rekayasa?" Jika penentuan tim juara hingga tim degradasi bisa diatur, maka apa arti dukungan, sorakan di stadion, dan pengorbanan, termasuk upaya keras Andre Rosiade dalam mencari pendanaan untuk kelangsungan tim?
Seruan pun menggema, ditujukan kepada pemangku kepentingan tertinggi di sepak bola Indonesia, khususnya kepada Bapak Erick Thohir dan PSSI. Ada harapan besar agar instansi tertinggi sepak bola nasional ini mengambil langkah tegas untuk memberantas "mafia bola" demi mengembalikan marwah olahraga yang sesungguhnya. Karena pada hakikatnya, olahraga, termasuk sepak bola, seharusnya menjadi wadah yang melahirkan jiwa-jiwa yang sportif dan kompetisi yang adil. Kontroversi di laga SPFC vs Madura United ini menjadi pengingat getir akan pekerjaan rumah besar yang masih menanti dalam mewujudkan liga yang bersih dan berintegritas.