Udara waktu itu di Padang terasa syahdu, seolah turut merayakan datangnya sebuah lembaran baru. Bukan sekadar pergantian angka di kalender Masehi, namun sebuah penanda spiritual yang mendalam bagi umat Muslim: 1 Muharam 1447 Hijriyah. Di tengah suasana penuh harap ini, sebuah ucapan tulus mengalir dari Mastilizal Aye, sosok Wakil Ketua DPRD Kota Padang, yang turut merangkai doa dan refleksi bagi seluruh masyarakat.
"Selamat Tahun Baru," suara beliau terdengar tenang namun penuh makna, "Semoga tahun ini lebih dari tahun-tahun sebelumnya." Kalimat sederhana itu mengandung sejuta harapan, memancar dari lubuk hati seorang pemimpin yang tak hanya berpikir tentang pembangunan fisik, namun juga kemajuan spiritual masyarakatnya.
Bagi Mastilizal Aye, momentum Tahun Baru Islam bukanlah sekadar perayaan rutin. Ia adalah gerbang untuk menengok kembali sejarah agung yang melandasi peradaban Islam. "Peristiwa hijrah Nabi Muhammad SAW dari Mekah ke Madinah," beliau memulai penjelasannya, "menandai perubahan besar dalam sejarah Islam." Kalimat itu menggarisbawahi betapa sebuah perjalanan, sebuah perpindahan fisik, dapat menjelma menjadi titik balik peradaban, mengubah arah sejarah, dan menanamkan fondasi keimanan yang kokoh.
Peristiwa hijrah adalah kisah tentang keberanian, pengorbanan, dan keyakinan teguh pada takdir Ilahi. Ia adalah pengingat bahwa terkadang, untuk mencapai kemajuan yang hakiki, seseorang harus berani meninggalkan zona nyaman, menempuh jalan yang belum terjamah, demi tujuan yang lebih mulia. Inilah esensi yang diyakini Aye perlu direnungkan oleh setiap individu di awal tahun Hijriyah ini.
Oleh karena itu, bagi Mastilizal Aye, Tahun Baru Islam adalah lebih dari sekadar perayaan. "Ia menjadi momentum untuk merefleksikan diri, memperbaiki diri, dan memulai lembaran baru," tegasnya. Kata-kata ini menggema, mengajak setiap Muslim untuk mengambil jeda sejenak dari hiruk pikuk dunia, menelusuri kembali jejak langkah yang telah dilalui, mengevaluasi setiap perbuatan, dan merencanakan masa depan dengan niat yang lebih murni.
Dalam pandangan beliau, esensi tahun baru ini terletak pada peningkatan kualitas diri. "Meningkatkan kesadaran spiritual, memperkuat hubungan dengan Allah SWT, dan meningkatkan kualitas hidup sebagai Muslim sangat penting," ujar Aye dengan sungguh-sungguh. Ini bukan sekadar ajakan normatif, melainkan sebuah seruan untuk tindakan nyata. Bagaimana seorang Muslim dapat semakin dekat dengan Sang Pencipta? Bagaimana ibadahnya dapat lebih bermakna? Bagaimana akhlaknya dapat semakin mulia? Pertanyaan-pertanyaan inilah yang seharusnya menghiasi setiap benak di awal tahun ini.
Dengan demikian, Mastilizal Aye menyimpulkan, "Tahun Baru Islam menjadi kesempatan untuk introspeksi, pembaharuan, dan peningkatan spiritual." Kalimat terakhir ini merangkum seluruh harapannya. Sebuah tahun yang baru, yang diawali dengan semangat hijrah, diharapkan dapat membawa setiap individu dan masyarakat Kota Padang pada tingkat kesadaran dan kualitas hidup yang lebih tinggi. Sebuah harapan yang tulus dari seorang pemimpin, demi terwujudnya Padang yang madani, sejahtera, dan diberkahi. (And)