-->
  • Jelajahi

    Copyright © Portalanda
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

    Iklan

    Duka Sang Pencari Nafkah: Terjepit Cengkeraman Kerakusan

    Selasa, 15 Juli 2025, Juli 15, 2025 WIB Last Updated 2025-07-15T12:12:10Z

    Di bawah langit yang sama, di hamparan bumi yang silih berganti musim, jutaan pasang tangan menggapai harapan. Mereka adalah para pencari rezeki, menabur benih asa di ladang kehidupan yang tak selalu subur. Ada peluh yang menetes di dahi petani, ada alunan mesin jahit yang menyulam impian penjahit, ada detak jantung supir yang membelah jalanan kota, dan riuh rendah tawa pedagang di sudut pasar. Setiap dari mereka adalah sepotong kisah, untaian doa, dan secercah harapan untuk hari esok yang lebih cerah. Mereka bukan sekadar angka, melainkan jiwa-jiwa yang berjuang, mengais keberkahan demi sesuap nasi, sehelai pakaian, dan selembar atap untuk keluarga tercinta.

    Namun, di antara melodi perjuangan yang syahdu itu, seringkali terselip nada sumbang. Sebuah bisikan serakah yang menggerogoti, tumbuh dari benih kerakusan yang ditabur di hati-hati yang alpa. Ia datang bagai kabut tebal, menyelimuti nurani, membutakan mata akan penderitaan sesama. Kerakusan itu bukan hanya tentang harta yang menggunung, bukan pula sekadar kekuasaan yang menggenggam erat. Ia adalah nafsu tak berujung, dahaga yang tak terpuaskan, yang rela melangkah di atas bahu-bahu yang ringkih, menyeret jatuh mereka yang sedang menapaki tangga mimpi.


    Sebab, ketika kerakusan berkuasa, ia tak segan-segan menjadi algojo bagi sesama pencari rezeki. Lihatlah bagaimana pabrik-pabrik raksasa menelan bengkel-bengkel kecil, memadamkan bara semangat para perajin mandiri. Dengarkanlah rintihan buruh yang upahnya dipangkas, keringatnya diperas habis-habisan, demi menumpuk pundi-pundi sang pemilik modal yang tak pernah merasa cukup. Saksikanlah bagaimana tanah leluhur dirampas, sumber mata air dikeringkan, hanya demi pembangunan megah yang tak berpihak pada keberlangsungan hidup masyarakat adat. Ini bukan lagi persaingan sehat, melainkan penjagalan yang tersembunyi di balik jubah "kemajuan" atau "efisiensi".


    Maka, kalimat "Kerakusan korbankan sesama pencari rezeki" adalah sebuah nyanyian pilu, ratapan lirih dari mereka yang tergilas. Ia adalah cermin buram yang memantulkan wajah-wajah tak berempati, yang melihat manusia lain bukan sebagai saudara seperjuangan, melainkan sebagai alat, sebagai pijakan, atau bahkan sebagai penghalang yang harus disingkirkan. Di setiap sudut kota, di setiap jengkal desa, drama ini terus berulang, meninggalkan luka yang menganga di hati-hati yang terluka dan mimpi-mimpi yang patah.


    Kini, pertanyaan itu menggema di ruang-ruang hati kita: akankah kita membiarkan melodi sumbang ini terus mendominasi? Ataukah kita akan bangkit, menyelaraskan kembali irama kehidupan, di mana setiap pencari rezeki dapat bernapas lega, dan setiap mimpi memiliki ruang untuk mekar, tanpa harus takut dikorbankan oleh bayang-bayang kerakusan? Pilihan ada di tangan kita, untuk menulis babak baru dalam narasi kehidupan ini. 


    Padang, 15 Juli 2025

    By: Andarizal

    Komentar

    Tampilkan

    Terkini