Secangkir Kopi Pagi dan Aroma Penyegaran Birokrasi di Kota Padang

Mentari pagi Kota Padang menyapa dengan kehangatan khas pesisir, namun obrolan di warung kopi pagi itu terasa sedikit berbeda. Di antara aroma kopi robusta yang menggugah dan renyahnya gorengan, terselip kisah tentang angin perubahan yang berhembus di lingkungan birokrasi. Penyegaran jabatan, melalui asesmen ketat bagi para pejabat tinggi pratama dan administrator, menjadi menu utama perbincangan. Sebuah langkah yang diharapkan membawa angin segar, namun tak lepas dari riuh rendah suara sumbang yang mewarnai setiap dinamika politik.

Bisik-bisik tetangga warung tak bisa dipungkiri, aroma politik Pilkada yang baru usai masih tercium kuat. Ingatan akan ASN yang terang-terangan menunjukkan keberpihakan, bahkan ikut berkampanye untuk petahana pada Pilkada Kota Padang 2024 lalu, kembali mencuat. Tentu, hal ini menjadi catatan penting dalam proses penyegaran birokrasi kali ini. Terlebih lagi, bagi para pendukung calon yang harus mengakui kekalahan, penantian akan keadilan dalam penataan kembali roda pemerintahan menjadi sebuah pertanyaan besar.

Ungkapan lokal "Atah jo bareh" – entah bagaimana jadinya – seolah menjadi benang merah yang menyelimuti harapan dan keraguan. Langkah strategis di bawah kepemimpinan Walikota Fadly Amran dan Wakil Walikota Maigus Nasir untuk melakukan asesmen pada 22 hingga 24 April 2025, tertuang dalam Surat Perintah Walikota bernomor : 800.1.14/17/BKPSDM-PDG/SPT/2025. Asesmen ini digadang-gadang sebagai ikhtiar untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang profesional dan akuntabel, menjauhi praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), serta menepis budaya titip-menitip jabatan yang merugikan. Bahkan, harapan besar tertumpu agar praktik jual beli jabatan yang mencoreng citra birokrasi dapat dihilangkan.

Matahari kian meninggi, harapan pun ikut membumbung. Banyak yang berharap asesmen ini benar-benar dijalankan secara profesional, mengedepankan prinsip "The Right Man The Right Place" – menempatkan orang yang tepat di posisi yang tepat. Bukan karena koneksi, bukan pula karena transaksional. Figur-figur "makelar jabatan" dan "walikota malam" yang selama ini dikhawatirkan menjadi perpanjangan tangan kepentingan tertentu, diharapkan tidak lagi memiliki ruang dalam pemerintahan Kota Padang.

Kini, saatnya menanti pembuktian komitmen Fadly Amran dan Maigus Nasir, janji-janji manis yang terucap selama kampanye Pilkada 2024 lalu. Jika benar, setelah terpilih, tidak ada lagi "walikota malam" yang mengatur proyek dan jabatan di balik layar, tidak ada lagi praktik makelar yang merugikan, maka ini akan menjadi langkah yang luar biasa. Sebuah gebrakan yang mampu mengikis tradisi kelam yang selama ini menghantui birokrasi.

Sebab, tak dapat dipungkiri, fenomena "walikota malam", "makelar jabatan", dan "makelar proyek" seringkali menjadi jalan pintas untuk mengembalikan modal kampanye yang tak sedikit. Bukan lagi hitungan jutaan, namun puluhan miliar rupiah dihabiskan demi memenangkan pertarungan politik. Belum lagi, para tim sukses yang merasa berjasa dalam mengantarkan kemenangan, tentu memiliki ekspektasi imbalan, mulai dari jatah jabatan, proyek, hingga bentuk keuntungan lainnya.

Jika langkah penyegaran birokrasi ini benar-benar dilakukan dengan tulus, bukan sekadar janji politik untuk menarik simpati, maka sudah selayaknya kita memberikan dukungan penuh. Demi terciptanya pemerintahan yang bersih dan bebas dari KKN. Langkah ini pun sejalan dengan komitmen Presiden Prabowo untuk memberantas dan menutup celah bagi para pelaku korupsi. Namun, mampukah komitmen ini terwujud di tingkat daerah? Tentu, kita akan terus mengawasi dan menantikan pembuktian dari Fadly Amran dan Maigus Nasir.

Realitasnya, gaji dan tunjangan seorang walikota tentu tidak akan mampu mengembalikan besarnya biaya yang dikeluarkan selama Pilkada. Apalagi, setiap calon walikota dan wakil walikota memiliki tim sukses dengan berbagai tingkatan, dari lingkaran inti hingga para pendukung akar rumput. Biasanya, mereka yang berjuang keras di garis depan pasti memiliki harapan untuk mendapatkan sesuatu sebagai balas jasa, entah itu berupa titipan jabatan, proyek, atau bentuk imbalan lainnya.

Tentu, kita berharap Fadly Amran dan Maigus Nasir memiliki ketulusan untuk mengabdi dan membangun Kota Padang. Namun, pertanyaan besar juga muncul, apakah ketulusan yang sama juga dimiliki oleh seluruh tim sukses mereka? Terlepas dari segala keraguan dan pertanyaan, kita tetap berharap komitmen untuk mewujudkan birokrasi yang bersih ini dapat terwujud. Sebab, selama ini, Pilkada langsung seringkali diwarnai dengan imej rentan melahirkan pemimpin yang korup. Jurang yang terlalu lebar antara gaji seorang kepala daerah dan biaya kampanye yang fantastis, seringkali menjadi pemicu praktik jual beli jabatan dan fee proyek yang berujung pada penangkapan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kini, Kota Padang berada di persimpangan jalan, menanti pembuktian janji dan komitmen untuk sebuah pemerintahan yang lebih baik.

Padang, 18 April 2025

Penulis: Andarizal "KJI"


Topik Terkait

Baca Juga :